Sabtu, 28 Februari 2009

Catatan dari Sebuah Seminar

Saya mengikuti seminar hari ini mengenai pandangan tentang stem cell ditinjau dari segi medis, etika, moral dan iman katolik.
Saya tertarik pada topik pembahasan pandangan stem cell ditinjau dari segi etika, moral dan iman katolik, yang dibawakan oleh dr Sintak Gunawan. Topik tersebut dibawakan dengan sebuah artikel yang berjudul : “ Stem Cells : Tehnologi dan Tanggung Jawab Manusia “
Pertama dibahas bahwa dengan adanya kemajuan tehnologi , menyebabkan godaan ilmu pengetahuan yang telah berhasil memperbaiki kehidupan manusia , mampu memenuhi keinginan manusia, harus dicoba untuk dilakukan dan telah membuat banyak kemungkinan.
Di situ juga dikatakan bahwa stem cell ideal adalah yang pluripoten, stabil, mampu bertahan hidup tidak merusak atau mematikan embrio.
Masalah yang terjadi dalam penelitian : pada saat menggunakan hewan ( tidak melanggar etika ) , pada saat menggunakan manusia ( melanggar etika ), dan masalah yang controversial pada embrio manusia ( merusak / membunuh embrio ).
Pandangan agama katolik dalam hal ini mengacu pada PBB tanggal 25 Maret 2005 yang intinya : melindungi kehidupan secara memadai, melarang cloning ( tidak sesuai martabat ) , melarang rekayasa genetika yang bertentangan dengan kemanusiaan, mencegah eksploitasi wanita dalam ilmu kemanusiaan.
Di situ juga ditegaskan dengan adanya dokumen dari gereja ( Dignitas Personal ) tanggal 12 desember 2008 yang dikeluarkan oleh kongregasi disahkan oleh Paus, untuk umat katolik, berisi prinsip moral yang berkaitan dengan etika manusia.
Isinya antara lain bahwa : manusia harus dihormati sejak awal konsepsi dan punya hak untuk hidup, manusia berasal dari perkawinan dan semua yang di luar perkawinan tidak diperbolehkan, semua penelitian memperhatikan kelompok miskin yang tidak mendapat perhatian yang memadai.
Yang dianjurkan adalah stem sel dewasa dan stem sel darah pusat. Untuk pengaplikasian stem cel ini harus memperhatikan beberapa masalah seperti : siapa yang menentukan, apakah penyakit berat tidak ada cara lain, akurasi informasi, persetujuan pasien, jaminan keamanan setelah ditransplantasikan ke manusia dan siapa yang menggunakan.
( CMIIW please….)

Kamis, 26 Februari 2009

Abu

Saya baru mengerti ternyata abu yang dioleskan di dahi saat misa rabu abu itu bukan sesuatu yang primer. Saya baru mengerti setelah romo di khotbahnya pada misa rabu abu kemarin mengatakannya.
Selama ini, setiap pulang misa rabu abu, saya selalu ragu untuk menghapus abu di dahi saya. Saya menganggapnya itu sesuatu yang sangat penting. Meskipun terkadang saya juga malu saat di jalan dilihat orang, dan kemudian menghapusnya juga.
Tapi, yang buat saya malu sekarang adalah kenapa dulu saat saya berada di lingkungan katolik ( seperti tempat sekolah , kuliah , tempat kerja ) saya sengaja tidak menghapus nya hanya untuk sekedar pamer bahwa saya sudah ke gereja hari itu? Dan sebaliknya bila saya berada di tempat umum non katolik saya malu dan menghapusnya?
Semenjak misa kemarin, setelah romo menjelaskan, bahwa ternyata abu hanya perlambang dan bisa langsung dihapus, saya baru mengerti. Karena, yang terpenting adalah persiapan hati kita menyambut masa prapaskah ini.
Tema pertobatan pada masa prapaskah 2009 ini adalah : “Mari bertanggungjawab..” Bertanggungjawab atas perilaku kita, agar selalu sesuai dengan kehendak Allah. Dan, bertanggungjawab atas perilaku kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain bertanggung jawab atas dosa kita.