Selasa, 06 Oktober 2009

Romo versus Mie Ayam

Selalu ada kejadian yang menggelitik saya setiap saya mengikuti misa di sebuah gereja katolik di daerah Jakarta Timur. Mungkin ini juga terjadi di gereja katolik lainnya.
Cerita nya begini, seperti yang sudah diketahui, setiap misa selesai selalu diiringi dengan lagu penutup. Romo selalu ikut menyanyi satu bait, kemudian meninggalkan Altar. Tapi yang kadang membuat saya geli, adalah umat yang langsung pada keluar sebelum Romo meninggalkan Altar.
Romo yang ada di Altar ditinggalkan begitu saja menyanyi sendiri bersama koor dan beberapa umat yang tersisa.
Saya kadang berpikir mereka punya keperluan mendesak sehingga harus buru - buru keluar. Tapi pikiran saya ternyata salah, mereka buru - buru karena mau antri pertama makan mie ayam dan jajanan lainnya di halaman gereja. Takut penuh dan keduluan orang lain mungkin pikir mereka...jadi harus buru - buru antri.
Ha..ha...menurut saya itu lucu juga karena Romo versus Mie Ayam di mana pertandingan ini di menangkan oleh Mie Ayam.... ( elizatri )

Minggu, 19 April 2009

Nenek Cantik dan Kesabarannya

Sewaktu misa kamis putih kemarin, saya duduk di belakang seorang nenek cantik yang menggunakan tongkat untuk berjalan.
Beliau datang ditemani oleh cucu nya. Tetapi pada saat misa berlangsung, cucu nya hilang entah ke mana. Nenek tersebut duduk seorang diri tanpa keluarga yang menemani.
Selama misa berlangsung, nenek tersebut hanya duduk. Saya memahami kesulitannya bila ia harus bolak balik untuk berdiri kemudian duduk lagi.
Misa kamis putih berlangsung khusyuk dan memakan waktu 2 jam, saya kadang merasa gelisah di tempat duduk karena meskipun malam hari udara terasa panas. Tanpa sadar saya asyik mengipas ngipas badan saya dengan teks misa.
Karena asyik mengipas ngipas konsentrasi saya buyar dan pikiran melayang ke sana ke mari. Tapi, tiba tiba saya tersadar dari hayalan ketika tidak sengaja mata saya mengarah ke sosok nenek cantik yang duduk di depan saya.
Nenek cantik itu tetap duduk dengan tenang mengikuti misa dengan penuh perhatian dan kesabaran meskipun udara panas menyerang.
Saya jadi merasa malu sendiri, saya yang lebih muda dan lebih sehat tidak bisa se sabar nenek cantik itu. Akhirnya saya berhenti mengipas ngipas badan saya dan mulai berkonsentrasi kembali.
Terimakasih banyak buat nenek cantik yang sabar, engkau memberikan pelajaran kesabaran buat saya. ( elizatri )

Sabtu, 28 Februari 2009

Catatan dari Sebuah Seminar

Saya mengikuti seminar hari ini mengenai pandangan tentang stem cell ditinjau dari segi medis, etika, moral dan iman katolik.
Saya tertarik pada topik pembahasan pandangan stem cell ditinjau dari segi etika, moral dan iman katolik, yang dibawakan oleh dr Sintak Gunawan. Topik tersebut dibawakan dengan sebuah artikel yang berjudul : “ Stem Cells : Tehnologi dan Tanggung Jawab Manusia “
Pertama dibahas bahwa dengan adanya kemajuan tehnologi , menyebabkan godaan ilmu pengetahuan yang telah berhasil memperbaiki kehidupan manusia , mampu memenuhi keinginan manusia, harus dicoba untuk dilakukan dan telah membuat banyak kemungkinan.
Di situ juga dikatakan bahwa stem cell ideal adalah yang pluripoten, stabil, mampu bertahan hidup tidak merusak atau mematikan embrio.
Masalah yang terjadi dalam penelitian : pada saat menggunakan hewan ( tidak melanggar etika ) , pada saat menggunakan manusia ( melanggar etika ), dan masalah yang controversial pada embrio manusia ( merusak / membunuh embrio ).
Pandangan agama katolik dalam hal ini mengacu pada PBB tanggal 25 Maret 2005 yang intinya : melindungi kehidupan secara memadai, melarang cloning ( tidak sesuai martabat ) , melarang rekayasa genetika yang bertentangan dengan kemanusiaan, mencegah eksploitasi wanita dalam ilmu kemanusiaan.
Di situ juga ditegaskan dengan adanya dokumen dari gereja ( Dignitas Personal ) tanggal 12 desember 2008 yang dikeluarkan oleh kongregasi disahkan oleh Paus, untuk umat katolik, berisi prinsip moral yang berkaitan dengan etika manusia.
Isinya antara lain bahwa : manusia harus dihormati sejak awal konsepsi dan punya hak untuk hidup, manusia berasal dari perkawinan dan semua yang di luar perkawinan tidak diperbolehkan, semua penelitian memperhatikan kelompok miskin yang tidak mendapat perhatian yang memadai.
Yang dianjurkan adalah stem sel dewasa dan stem sel darah pusat. Untuk pengaplikasian stem cel ini harus memperhatikan beberapa masalah seperti : siapa yang menentukan, apakah penyakit berat tidak ada cara lain, akurasi informasi, persetujuan pasien, jaminan keamanan setelah ditransplantasikan ke manusia dan siapa yang menggunakan.
( CMIIW please….)

Kamis, 26 Februari 2009

Abu

Saya baru mengerti ternyata abu yang dioleskan di dahi saat misa rabu abu itu bukan sesuatu yang primer. Saya baru mengerti setelah romo di khotbahnya pada misa rabu abu kemarin mengatakannya.
Selama ini, setiap pulang misa rabu abu, saya selalu ragu untuk menghapus abu di dahi saya. Saya menganggapnya itu sesuatu yang sangat penting. Meskipun terkadang saya juga malu saat di jalan dilihat orang, dan kemudian menghapusnya juga.
Tapi, yang buat saya malu sekarang adalah kenapa dulu saat saya berada di lingkungan katolik ( seperti tempat sekolah , kuliah , tempat kerja ) saya sengaja tidak menghapus nya hanya untuk sekedar pamer bahwa saya sudah ke gereja hari itu? Dan sebaliknya bila saya berada di tempat umum non katolik saya malu dan menghapusnya?
Semenjak misa kemarin, setelah romo menjelaskan, bahwa ternyata abu hanya perlambang dan bisa langsung dihapus, saya baru mengerti. Karena, yang terpenting adalah persiapan hati kita menyambut masa prapaskah ini.
Tema pertobatan pada masa prapaskah 2009 ini adalah : “Mari bertanggungjawab..” Bertanggungjawab atas perilaku kita, agar selalu sesuai dengan kehendak Allah. Dan, bertanggungjawab atas perilaku kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain bertanggung jawab atas dosa kita.

Kamis, 29 Januari 2009

Penyesalan

Di antara bisingnya suara roda besi beradu dengan rel kereta api Mita menekan
berulang ulang tombol yang ada di telepon genggam mungilnya. Sinyal buruk
karena lokasi yang terhalang pegunungan membuat Mita harus bekerja keras
untuk menghubungi rumah. Setelah nada sambung terdengar , jawaban yang
diperoleh selalu sama , “ Mbak, mas Dino belum pulang, handphonenya ditinggal di
rumah, Mbak Mita gak ada yang bisa jemput, Mbak Mita hati hati ya nanti di jalan”,
suara mbok Sarti di seberang sana terdengar penuh kekhawatiran.
Dengan kesal Mita menutup telpon genggamnya , ia merasakan kegelisahan itu,
sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi hari sebentar lagi keretanya
akan tiba di kabupaten tujuan, dan tidak ada seorang pun yang akan
menjemputnya. Dino adik satu satunya , sudah diminta untuk menjemputnya dan
kemungkinan besar Dino lupa, Mita hapal benar dengan sifat Dino yang acuh dan
susah diatur, Semenjak Dino tinggal dan berkuliah di kabupaten yang sama
dengannya, Dino selalu saja membuat ulah, dari pulang larut malam tanpa kabar,
pulang dalam keadaan mabuk, hingga berhari hari pergi tanpa penjelasan. Mita
sudah berkali kali menasihatinya tapi Dino hanya menjawab “ Gak usah sok ngatur
deh!” Kalau sudah begitu Mita hanya bisa menghela napas panjang, dan setiap kali
ia putus asa menghadapi Dino, Mita selalu mengeluarkan uneg uneg di hati kepada
kedua orang tuanya yang tinggal di Jakarta. Orang tuanya pasti menegur Dino, biasanya
Dino akan menurut selama 3 hari saja kemudian kembali acuh.
Mita dan Dino memang hanya tinggal berdua plus mbok Sarti di rumah peninggalan
kakek nenek mereka, mbok Sarti adalah orang yang dipasrahi untuk merawat rumah
tersebut semenjak meninggalnya kakek nenek mereka karena mbok Sarti sudah
membantu berpuluh puluh tahun di sana. Mita sendiri baru menjalankan tugas dokternya
di kabupaten itu selama 1 tahun dan Dino baru berkuliah 6 bulan yang lalu.

……………………………
Semakin dekat kearah stasiun Mita kembali menekan telepon genggamnya , jawaban
mbok Sarti selalu sama. Kepasrahan pun akhirnya datang , apapun yang terjadi,
terjadilah, “ Aku naik becak saja , kalau tukang becaknya macam macam aku akan
loncat dan berlari” sebersit pikiran menenangkan hati mulai disusunnya.
Sesampai di stasiun Mita meluruskan pandang , mengubah mimik muka
meyakinkan seolah olah sedang menunggu jemputan supaya tidak didekati taksi gelap
dan orang orang yang bermaksud jahat. Setelah berjalan melewati pintu keluar, Mita
sampai pada ujung stasiun, ia kembali menetapkan tekad “ kalau ada tukang becak
pertama yang menawariku aku akan langsung naik dan semoga tukang becak itu
kiriman Tuhan” Tukang becak pertama yang ditemuinya bertopi, berambut
pendek, dan menawarkan dengan penuh kesopanan tidak memaksa, tanpa pikir
panjang untuk menawar Mita langsung menaikkan koper hijaunya ke atas becak
sembari menyebutkan alamat rumah“ jalan Melati pak”
Pepohonan dengan daunnya yang rimbun melambai lambai sepanjang jalan seperti
hendak memberikan ucapan selamat datang kembali , sampah sampah dedaunan
berbunyi gemerisik terlindas ban becak. Mita mengawasi jalanan kosong yang
manusianya sudah terlelap di peraduan masing masing.
Dengan sopan Mita meminta tukang becak menutup bagian depan becak dengan
plastik, Mita hanya ingin supaya ia tidak terlalu mencolok terlihat dari luar karena
sepanjang jalan menuju kerumahnya adalah jalan rawan yang penuh dengan
perampok, pemabuk, dan penjudi ia hanya berharap tidak bertemu satupun dengan
mereka, meskipun sebenarnya ia agak merinding mengingat peristiwa sebulan
lalu biarawati ditodong di jalanan ini. Becak di kayuh dalam keheningan, hanya
suara napas tukang becak saja yang terdengar saat jalan sudah mulai menanjak
karena ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengayuh. Setelah menempuh
perjalanan sekitar 45 menit, yang dirasakan bertahun tahun, sampailah Mita di
depan rumah, mbok Sarti yang sedari tadi mengintip keluar , langsung membukakan
pintu .
Dengan kelegaan yang mendalam Mita memberikan sejumlah uang kepada tukang
becak yang sama sekali tidak ada niat bermacam macam dengan dirinya, tukang
becak itu menerima uang tersebut dan mengucapkan terimakasih “ Terimakasih bu
dokter” Mita terkejut mendengar tukang becak itu mengenali dirinya seorang
dokter, dengan seksama Mita meneliti wajah bertopi di depannya dan kemudian ia
tersenyum “ Terimakasih kembali Pak” ia ingat wajah itu.
Masih dengan tersenyum Mita masuk ke kamar , saat membereskan isi koper hijau
nya Mita mengingat kembali kejadian 1 tahun lalu ketika awal ia bekerja di
sini, saat itu ada proyek sosial di rumah sakit tempat ia bekerja dengan
mengadakan kunjungan gratis ke rumah pasien tidak mampu yang penyakitnya
sudah sangat parah dan tidak dapat datang berobat. Target Mita dan perawat yang
mendampinginya adalah Ibu Painah yang menderita kanker paru paru dan
penyakitnya ini sudah mengurangi lebih dari setengah fungsi dari paru paru yang
seharusnya , untuk perawatan intensif dengan biaya mahal tentu tidak mungkin
ditambah lagi dengan komplikasi yang sudah mengenai seluruh organ di tubuhnya.
Mita melakukan kunjungan seminggu sekali selama 3 minggu berturut turut dan
pada minggu ke 4 akhirnya ibu Painah meninggal karena kondisinya yang
memang sudah sangat parah.
Pada kunjungan pertamanya saja sebenarnya Mita sudah khawatir bahwa kondisi
ibu Painah sulit untuk bertahan lama, dilihat dari badannya yang sudah begitu
kurus kering hanya tulang dibalut kulit yang sudah mengeriput. Ibu Painah hanya
bisa berbaring di tempat tidur reyot yang penuh dengan lalat. Rumah ibu Painah
hanya sepetak ruang kosong yang tidak bersekat, dia tinggal bersama suami dan
kedua anak laki lakinya. Satu anak lelakinya bekerja sebagai satpam di sebuah
perkantoran dan anaknya yang satu lagi seorang pengangguran putus sekolah.
Suami ibu Painah adalah seorang pria berambut gondrong berperawakan kasar, selama
tiga kali kunjungan , Mita hanya sekali saja bertemu dengan suami ibu Painah.
Menurut cerita tetangga kiri kanan Mita tahu bahwa suami Ibu Painah
yang bernama Pak Sarjo itu adalah seorang tukang becak yang sering pulang larut
malam bahkan tidak pulang dan sering menghabiskan waktunya di jalan untuk
berjudi dan bersenang senang. Mita pernah berusaha mengajak suami Ibu Painah
untuk membicarakan kondisi Ibu Painah yang sangat membutuhkan perhatian
keluarga tapi hanya ditanggapi dengan dingin dan acuh. Sampai akhirnya saat Ibu
Painah meninggal, dan jenazahnya dibawa ke Gereja untuk Misa Requiem , Mita
melihat suami Ibu Painah terpekur diam duduk di bangku depan gereja dekat
dengan peti jenazah, ada setitik air mata tergenang di matanya.
Mita tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Pak Sarjo. Seminggu berselang Mita
mulai agak mengerti apa yang dipikirkan Pak Sarjo setelah melihatnya di gereja
sendirian mengikuti misa minggu pagi dengan khusyuk dan dengan penampilan
yang berbeda , rambut gondrongnya sudah tercukur rapi. Tidak hanya minggu itu saja
tapi minggu minggu sesudahnya, hati Mita begitu terharu melihat apa yang
dilakukan Pak Sarjo, “ Apakah hatinya menyesal setelah kepergian istrinya?”
“Apakah dia sudah mulai bertobat kembali ke jalan Tuhan dan takut akan Tuhan
yang memiliki semua nyawa manusia?” Setiap Mita melihat Pak Sarjo jika
kebetulan jadwal misa mereka sama, Mita mengucapkan syukur yang sedalam
dalamnya kepada Tuhan atas campur tanganNya untuk membuat orang kembali ke
jalanNYa meskipun harus melalui cara penyesalan yang terlambat dan
menyakitkan sekalipun.
……………….
Mita terhenyak dari lamunannya, koper hijau nya sudah kosong, semua barang yang
tadinya memenuhi koper sudah ditatanya rapi di dalam lemari, ia melirik jam sudah
menunjukkan pukul 04.00 pagi, dia butuh tidur sebentar karena jam 06.00 dia
sudah harus bangun kembali untuk bersiap siap dinas ke rumah sakit. Sebelum
memejamkan mata, Mita berdoa dalam hati “ Ya Tuhan, semoga Engkau sudi juga
menyentuh hati Dino untuk kembali ke jalanMu tanpa harus melalui penyesalan
yang terlambat dan menyakitkan.”

Selasa, 06 Januari 2009

Amen

Kita sering mengucapkan kata-kata "Amen". Tetapi sering kali kata-kata itu diucapkan sambil lalu saja, tanpa tahu maknanya. Bagi yang mengerti dan memahaminya, akan mengucapkannya dengan sepenuh hati. Kata "Amen" adalah doa yang paling pendek dan memiliki arti yang sangat mendalam, bahkan signifikan. Untuk mengetahui arti kata ini, kita kembali ke asal usul kata ini. Amen berasal dari bahasa Ibrani dan tidak ada terjemahan yang pas, jadi orang membiarkan kata Amen terus ada, dipertahankan hingga kini. Amen dapat diartikan menyetujui apa yang telah diucapkan dalam doa tadi. Amen dapat juga dimengerti .... semoga apa yang diucapkan menjadi terkabul..... Amen dapat diartikan juga dengan "benarlah demikian", sesuatu yang mengandung arti ungkapan kepercayaan. Karena pengertian Amen berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan, maka tidaklah heran kalau hampir semua doa diakhiri dengan kata Amen. Bahkan serentak merupakan jawaban dari umat yang terlbat dalam doa.

Senin, 05 Januari 2009

Bonus Dari Ungkapan Syukur

Ternyata, suatu tindakan sederhana seperti mengucapkan Syukur bisa membuahkan bonus. Bukan bonus materi berlimpah yang akan habis dipakai. Tetapi sebuah kebahagiaan yang tidak akan habis dimakan oleh waktu.
Seperti dalam khotbah Romo Frans Doi di gereja St.Gabriel Pulogebang hari Minggu pukul 6 pagi, beliau menceritakan seorang wanita tua yang terkena sakit jantung. Kemungkinan hidup 50 50, bila tidak dioperasi kemungkinan hidup kecil, dan bila dioperasi tetap 50 50.
Saat hendak mendatangi wanita yang sedang sakit jantung itu, Romo berpikiran akan menemui seorang wanita yang lemah, sedih dan mengeluh. Tapi sebaliknya, yang ditemukan adalah wanita ceria yang selalu mengungkapkan rasa syukur nya kepada Tuhan atas semua yang dihadapi, dan tidak menunjukkan kalau akan mengalami vonis 50 50 dalam hidupnya. Alangkah surprise nya Romo.
Dan, sebagai akhir khotbahnya, Romo menceritakan bahwa wanita tua itu akhirnya bisa hidup sampai belasan tahun kemudian, dan ini merupakan Bonus Dari Ungkapan Syukur yang sering diucapkan oleh wanita tua tersebut.